Makassar Buserterkini.com
OPINI – Penyelesaian perkara melalui penerapan Restorative Justice (RJ) belum terlalu populer ditengah masyarakat walaupun sudah terpraktekkan di Kepolisian dan Kejaksaan.
Melalui tulisan ini dapat mengantar masyarakat untuk belajar memahami sekaligus membuka cakrawala berfikir akan pentingnya penyelesaian perkara melalui pendekatan Restorative Justice (RJ), selain juga sangat diharapkan adanya sosialisasi dan penyuluhan hukum agar masyarakat bisa mendapatkan pengetahuan hukum tentang peran, fungsi dan tujuan RJ diberlakukan.
Penerapan restorative justice (RJ) adalah proses penggunaan pendekatan restoratif dalam penanganan kasus-kasus tindak pidana atau peristiwa yang merugikan. Pendekata n ini bertujuan untuk mencapai rekonsiliasi dan pemulihan melalui dialog terbuka dan responsif antara korban, pelaku, dan masyarakat yang terkena dampak.
Restorative justice adalah sebuah proses dimana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan secara bersama-sama untuk menyelesaikan secara bersama-sama bagaimana menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan.
Dalam hukum, Restorative Justice (RJ) merupakan pendekatan dalam penanganan perkara tindak pidana yang berfokus dengan melibatkan para pihak, baik korban, pelaku, maupun pihak terkait dengan proses dan tujuan yang mengupayakan pemulihan, dan bukan hanya pembalasan atau semata-mata menghukum pelaku.
Waktu pelaksanaan kesepakatan perdamaian antara korban dan tersangka dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari setelah dilakukan penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti (tahap dua kepada Kejaksaan Negeri.
Restorative justice diperlukan dimana tujuan penyelesaian hukum tersebut guna menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana. Selain itu, tujuan lain dari restorative justice adalah untuk mendapatkan putusan hukum yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku.
Kepolisian bisa melakukan restorative justice (RJ) yang berdasarkan kepada Peraturan Kapolri No 8 Tahun 2021, tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Restorative Justice, Pasal 2 menyebut penanganan tindak pidana berdasarkan restorative justice dilaksanakan pada kegiatan: penyelenggaraan fungsi reserse kriminal; penyelidikan; atau penyidikan.
Untuk memaksimalkan penerapan keadilan restoratif dalam penanganan perkara pidana, Polri telah mengeluarkan Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif, sebagai dasar hukum dan pedoman dalam penyelesaian perkara berdasarkan keadilan restoratif.
Berdasarkan pada Pasal 2 Perja Nomor 15 tahun 2020, pertimbangan untuk melaksanakan konsep restorative justice adalah berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan.
Kemudian UU No.1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga mengatur restorative justice walau tidak eksplisit sebagaimana diatur dalam Pasal 54 yang mengatur pedoman pemidanaan wajib mempertimbangkan pemaafan dari korban atau keluarga korban.
Namun, tidak semua perkara dapat dilakukan RJ. keadilan restoratif hanya bisa diterapkan dalam perkara pidana ringan, perempuan yang berhadapan dengan hukum, perkara anak dan narkotika. Secara sederhana, restorative justice penyelesaian perkara tindak pidana yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak lain.
Dalam kasus ‘narkoba’ bisa dilakukan RJ. Pelaku tindak pidana narkotika seperti pecandu atau korban penyalahgunaan narkotika dapat diselesaikan melalui restorative justice dengan mendapatkan kesempatan untuk dilakukan rehabilitasi medis ataupun sosial tanpa harus menunggu putusan dari pengadilan.
Prinsip dasar keadilan restoratif (restorative justice) adalah adanya pemulihan kepada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.
Karakteristik pelaksanaan restorative justice: Pelaksanaan restorative justice ditujukan untuk membuat pelanggar bertanggung jawab untuk memperbaiki kerugian yang ditimbulkan oleh kesalahannya; Memberikan kesempatan kepada pelanggar untuk membuktikan kemampuan dan kualitasnya dalam bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukan.
Pihak kejaksaan pun bisa melakukan RJ. Kejaksaan harus melihat perkara pidana secara utuh dan dalam penanganannya agar tidak menimbulkan kegoncangan di masyarakat. Upaya lain yang dilakukan Kejaksaan untuk menghadirkan keadilan yakni melalui restorative justice.
Selain pada perkara tindak pidana ringan, penyelesaian dengan restorative justice juga dapat diterapkan pada perkara pidana berikut ini: Tindak Pidana Anak.
Tindak Pidana Perempuan yang berhadapan dengan hukum. Tindak Pidana Narkotika.Tindak Pidana Informasi dan transaksi elektronik.Tindak Pidana Lalu Lintas.
Syarat Restorative Justice (RJ) yaitu kasus tindak pidana pertama kali, kerugian yang disebabkan oleh tindak pidana berada di bawah batas tertentu (misalnya, Rp 2,5 juta), adanya kesepakatan antara pelaku dan korban untuk mengikuti pendekatan restorative (sesuai dengan Perja Nomor 15 Tahun 2020).
Konsep restorative justice merupakan suatu konsep yang mampu berfungsi sebagai akselerator dari Asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan, sehingga lebih menjamin terpenuhinya kepastian hukum dan keadilan masyarakat.
OMBINTANG (Asdar Akbar): Paralegal Lembaga Konsultasi Dan Bantuan Hukum Universitas Sawerigading Makassar
( Arifuddin sikki ).